Sabtu, Oktober 25, 2008

Perubahan Transformasional dan Perubahan Budaya


Perubahan transformasional (transformational change) berbeda dari inisiatif perubahan karena perubahan transformasional akan berhadapan dengan identitas, nilai-nilai dan budaya perusahaan. Perubahan fundamental yang juga sering disebut sebagai pembaharuan (renewal), penemuan kembali (reinvention), transformasi, atau rekayasa ulang tersebut menghasilkan apa yang disebut ‘perubahan mendalam (deep change)’ oleh Robert Quinn, yaitu perubahan di mana nilai-nilai, keyakinan, dan asumsi-asumsi yang selama ini dipegang dengan kuat akan ditantang dan dimodifikasi. Contoh-contoh yang layak disebut di sini adalah General Electric dan Sears. Ketika GE dan Sears berupaya melakukan perubahan praktek-praktek dalam perusahaan, efek kumulatif dari perubahan ini ternyata juga menuntut perubahan budaya atau identitas perusahaan yang bersifat fundamental.

            Para profesional sumber daya manusia yang hendak melakukan perubahan budaya organisasi akan menghadapi tantangan yang sulit. Hanya ada sedikit perusahaan yang sukses mewujudkan perubahan budaya secara tuntas. Untuk mensukseskan program Workout yang dibentuk GE misalnya, perusahaan membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari para akademisi dan konsultan yang ditugaskan untuk bekerja sama dengan divisi-divisi usaha GE yang berbeda-beda untuk menggerakkan perubahan budaya perusahaan yang diinginkan. Kelompok ini bertemu setiap empat bulan selama tahun 1989 untuk merencanakan dan meninjau kemajuan upaya perubahan budaya di masing-masing divisi usaha GE, dengan tujuan untuk menghimpun berbagai pengalaman anggota kelompok untuk membangun pondasi bagi seluruh upaya perubahan budaya dalam GE. Diskusi pada salah satu pertemuan banyak mengungkapkan konsep dan praktek perubahan budaya berskala besar yang berjalan saat itu.

Dalam percakapan informal setelah makan malam, seseorang mengajukan pertanyaan pada para pakar mengenai perusahaan apa yang telah terlibat atau telah menyelesaikan perubahan budaya tanpa mengalami krisis, sehingga tim GE dapat belajar dari pengalaman mereka. Pertanyaan tersebut diajukan dalam ruangan di mana terdapat para pakar dengan pengalaman memberi konsultasi selama bertahun-tahun dan para penulis yang telah menulis lebih dari 25 buku dan ratusan artikel. Namun ketika para pakar tersebut mencoba menyebutkan perusahaan-perusahaan yang telah sukses melakukan perubahan budaya, daftarnya menjadi sangat pendek. Beberapa perusahaan terkenal telah menciptakan budaya baru (seperti Nike, Apple, Intel, dan Microsoft), namun sebagian besar perusahaan tersebut menciptakan budaya baru, bukannya melakukan perubahan budaya lama menjadi budaya baru. Perusahaan lain bangkit lagi setelah berada di ambang bencana (seperti Harley-Davidson) dengan daya saing baru, tapi prestasi perusahaan-perusahaan tersebut lebih pada keberhasilan turnaround, bukannya transformasi. Konsep perubahan budaya yang dicetuskan para akademisi sejak tahun 1980an, belum sepenuhnya tergali dalam bidang bisnis. Sementara para eksekutif berbicara dan para akademisi menulis mengenai perubahan budaya, mereka belum mengalaminya sendiri.

            Sejak tahun 1989, komitmen terhadap perubahan budaya telah berkembang secara dramatis. Perubahan budaya bukan lagi bentuk abstrak dari ’non-imitable competitive advantage’ sebagaimana sering dibicarakan dalam lingkup akademis, namun menjadi jantung dari misi utama yang diemban oleh para eksekutif puncak. Para eksekutif puncak seperti John F. Welch dari General Electric, Lawrence Bossidy dari AlliedSignal, Arthur Martinez dari Sears, William Weiss dari Ameritech, dan Michael Walsh dari Tenneco berbicara panjang lebar mengenai pentingnya perubahan budaya bagi perusahaan mereka dan bagi keberhasilan pribadi mereka sebagai CEO. Dalam menanggapi upaya klien mereka untuk melakukan perubahan budaya, berbagai perusahaan konsultan seperti Index, Gemini, Andersen, dan McKinsey, telah memperluas praktek manajemen perubahan yang mereka miliki. Salah satu konsultan menyatakan bahwa di masa depan, mereka perlu merekrut 1.200 konsultan tambahan yang terutama mengurusi permintaan klien mereka di bidang konsultasi mengenai perubahan budaya.

            Banyak hal telah dipelajari dalam beberapa tahun terakhir ini mengenai perubahan budaya dan mengenai bagaimana para profesional sumber daya manusia memainkan peran penting. Secara ringkas, lima langkah berikut ini menggambarkan esensi peran para profesional sumber daya manusia dalam keberhasilan perubahan budaya, yaitu (1) merumuskan dan memperjelas konsep perubahan budaya; (2) menjelaskan mengapa perubahan budaya menjadi issu sentral bagi kesuksesan perusahaan; (3) menetapkan proses untuk menilai budaya yang berlaku, budaya yang diharapkan, dan kesenjangan antara keduanya; (4) mengidentifikasi pendekatan-pendekatan alternatif untuk menggerakkan perubahan budaya; dan (5) menyusun rencana aksi yang mensinergikan berbagai pendekatan perubahan budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar