Jumat, Agustus 15, 2008

Tipologi Perubahan

Titik awal dalam menilai sifat-sifat perubahan organisasi adalah tiga jenis perubahan dari Grundy. Grundy menyebut perubahan jenis pertama sebagai ‘smooth incremental change’, dimana perubahan terjadi secara lambat, sistematis dan dapat diprediksi. Singkatnya, smooth incremental change mencakup rentetan perubahan yang berlangsung pada kecepatan konstan.
Jenis perubahan kedua menurut Grundy adalah ‘bumpy incremental change’. Perubahan ini dicirikan dengan periode relatif tenang yang sekali-sekali disela percepatan gerak perubahan. Pemicu perubahan jenis ini selain mencakup perubahan lingkungan di mana perusahaan beroperasi, juga bisa saja bersumber dari perubahan internal seperti tuntutan efisiensi dan perbaikan metode kerja. Contohnya, reorganisasi yang secara periodik dilakukan perusahaan.
Jenis perubahan ketiga menurut Grundy adalah ‘discontinuous change’, yang didefinisikan sebagai ‘perubahan yang ditandai oleh pergeseran-pergeseran cepat atas strategi, struktur atau budaya, atau ketiganya sekaligus’. Contohnya di negara kita adalah privatisasi sektor strategis yang dulunya dikuasai negara, misalnya privatisasi sektor telekomunikasi atau deregulasi bidang pertelevisian dan penerbangan. Contoh lainnya adalah apa yang disebut Strebel sebagai ‘divergent breakpoint’, yaitu perubahan yang digerakkan penemuan peluang bisnis baru dan ia memberikan contoh lahirnya PC Apple atau Windows pada dua-tiga dekade yang lalu.
Peluang yang muncul berkat kemajuan dan dapat diaksesnya Internet, tidak saja lewat komputer, namun juga melalui perangkat televisi dan telepon selular telah dan akan terus mendorong bentuk-bentuk discontinuous change di banyak perusahaan. Perubahan yang mencakup strategi, struktur (dan hampir selalu, dibarengi perubahan budaya dan dominasi kelompok tertentu) ketika PT Telkom mulai mengadopsi teknologi seluler di awal 1990an atau ketika menghadapi teknologi VOIP adalah contoh discontinuous change (hanya di Indonesia peran pemerintah sebagai regulator masih kental, sehingga banyak BUMN masih bisa berlindung terhadap perubahan berkat faktor regulasi pemerintah). Namun, bukan berarti discontinuous change selalu digerakkan inovasi teknologi. Dalam hal ini, discontinuous change bisa dipadankan dengan perubahan sebagai respon atas pergolakan lingkungan tingkat paling tinggi menurut Ansoff dan Mc Donnell.
Tiga tipe perubahan Grundy memang tampak sederhana dan kelihatannya lebih didasarkan pada pengamatan ketimbang penelitian. Sementara kerangka penggambaran perubahan ala Tushman, Newman dan Romanelli, walau mirip dengan Grundy, betul-betul didasarkan pada penelitian pelbagai perusahaan dan kasus. Mereka menyajikan model kehidupan organisasi yang meliputi masa-masa incremental change, atau convergence, disela dengan discontinuous change.
Tushman dkk. mengajukan dua jenis converging change, yaitu: penyetelan (fine-tuning) dan penyesuaian inkremental (incremental adaptation). Kedua jenis perubahan ini bertujuan menjaga keselarasan (fit) antara strategi, struktur dan proses organisasional. Jika fine-tuning lebih ditujukan untuk memperbaiki aktivitas-aktivitas yang telah berjalan baik, maka incremental adaptation juga mencakup perubahan-perubahan kecil sebagai respon atas pergeseran kecil lingkungan di mana perusahaan beroperasi.
Baik fine-tuning dan incremental adaptation terhadap pergeseran lingkungan memungkinkan perusahaan berkinerja lebih efektif dan mengoptimalkan konsistensi antara strategi, struktur dan proses. Namun, menurut Tushman, seiring perkembangan perusahaan, perusahaan menjadi maju dan mulai mengembangkan daya-daya internal untuk mempertahankan stabilitas, daya-daya yang pada akhirnya justru bisa melahirkan resistensi ketika suatu saat strategi perusahaan harus dirubah. Maka, ketika lingkungan bisnis mengalami perubahan besar-besaran, incremental adaptation tak mampu mendorong perubahan nyata terhadap strategi, struktur, s.d.m. dan proses yang mestinya menjadi keniscayaan. Pada situasi seperti ini, Tushman berpendapat kebanyakan perusahaan akan mengalami discontinuous change atau frame-breaking change. Maka, dalam daur hidup perusahaan manapun, periode-periode relatif tenang mungkin disela oleh periode frame-breaking change (yang mungkin berdurasi lebih singkat).
Kebutuhan akan discontinuous change misalnya dirasakan karena terjadinya fenomena diskontinyuitas industri—perubahan drastis situasi hukum, politik, atau teknologi, yang lalu merubah sifat dan aturan main kompetisi. Hal ini bisa mencakup: deregulasi, substitusi teknologi produk, substitusi teknologi proses, munculnya standar industri baru, atau pergeseran ekonomi secara nyata (contoh: krisis minyak).
Lingkup frame-breaking change meliputi discontinuous change di seluruh bagian perusahaan, lebih merupakan perubahan sistem yang bersifat revolusioner dan cepat ketimbang sekedar perubahan inkremental dalam sistem dan biasanya mencakup reformulasi misi dan nilai-nilai inti, reorganisasi, pembaharuan dalam prosedur, arus kerja, jaringan komunikasi, pola pengambilan keputusan dan masuknya eksekutif baru, biasanya dari luar perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar