Selasa, Agustus 12, 2008

Organisasi adaptif

Champy dan Nohria, penggagas istilah DNA perubahan, pernah mengatakan bahwa sengitnya persaingan global, pasar yang selalu bergolak dan terobosan teknologi akan mendorong organisasi bisnis di masa depan bertransformasi ke bentuk-bentuk yang baru dan akan makin menunjukkan ciri-ciri khas sebagai berikut:
· Berbasis informasi
· Makin terdesentralisir, namun sekaligus makin terjalin lewat teknologi
· Cepat beradaptasi dan sangat lincah
· Kreatif dan kolaboratif, dengan struktur berbasis tim
· Stafnya lebih banyak diwarnai pekerja pakar, dan
· Swa-kendali, yang hanya mungkin terjadi dalam lingkungan yang jelas, kuat dan berbagi prinsip-prinsip kerja dan kepercayaan. Organisasi juga akan menjadi jaringan cair di mana koneksinya selalu berubah bentuk secara terus-menerus nyaris organis, layaknya cabang-cabang sistem syaraf manusia.
Implikasi manajerialnya sungguh fenomenal, khususnya menyangkut bagaimana cara manusia dikelola dalam organisasi cair ini. Menurut Barnham, dkk., manajer sudah waktunya meninggalkan gaya manajemen ‘perintah dan kendali’ yang telah menjadi ciri hirarki tradisional dan struktur birokratis. Sebagai gantinya, mereka mesti lebih peka pada daya dan pengaruh eksternal, lebih peduli pada hubungan lateral ketimbang vertikal, menerapkan kepemimpinan yang mampu menggerakkan dan memberi semangat karyawan, lebih komit untuk meraih kinerja puncak, lebih berorientasi ke masa depan dan siap mengantisipasi, mengambil inisiatif dan merespon perubahan. Lebih lanjut, mereka perlu mempertajam kemampuan TI-nya secara efektif, agar mampu mengantisipasi perubahan lingkungan ekonomi, sosial dan politik, sehingga mereka mampu mengelola struktur organisasi kompleks dan jaringan cair tersebut.
Kondisi lingkungan bisnis menjadi semakin sulit diprediksi secara linier, karena memang fenomena linieritas sudah tidak berlaku dalam lingkungan yang makin turbulen. Penetrasi variable eksternal kedalam sistem organisasi, hanya mungkin direspon dengan baik bila pengelolaan usaha tidak lagi atas dasar business as usual. Menurut De Geus, banyak perusahaan tak mampu menjaga kelangsungannya karena di tengah dinamisnya perubahan mereka gagal membaca, menangkap, dan mengidentifikasi sinyal-sinyal perubahan. Oleh karena itu saat perubahan benar-benar terjadi, mereka tidak siap menghadapinya karena struktur internalnya memang terlambat dan tak mampu melakukan penyesuaian. Perusahaan-perusahaan yang mampu bertahan hidup berpuluh tahun umumnya sensitif dan adaptif terhadap perubahan lingkungan. Mereka selalu merubah diri mendahului perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar