Selasa, Agustus 05, 2008

Perubahan, sebuah keniscayaan

Semua organisasi binis kini menghadapi lingkungan yang makin dinamis dan senantiasa berubah. Lingkungan eksternal organisasi cenderung merupakan kekuatan yang mendorong untuk terjadinya perubahan. Di sisi lain, anggota organisasi secara internal menyadari kebutuhan akan perubahan. Bahkan lebih dari itu, tidak sedikit organisasi bisnis atau perusahaan menghadapi pilihan antara berubah atau mati tergilas oleh kekuatan perubahan. Banyak organisasi yang pernah berjaya beberapa puluh tahun yang lalu sekarang hilang tinggal menjadi kenangan. Dewasa ini tidak ada satu organisasi pun yang kebal terhadap perubahan. Bahkan dapat dikatakan organisasi akan karam tenggelam apabila tidak bersedia menyesuaikan diri terhadap gejolak perubahan lingkungan.
Untungnya, semakin banyak pemimpin bisnis mulai menyadari bahwa yang mereka akan hadapi di masa depan bisa saja berbeda dengan apa yang mereka alami di masa lalu dan kini sedang bekerja keras membangun organisasi adaptif. Segera akan berlalu hari-hari ketika perusahaan mengandalkan pada satu orang atau satu bagian khusus yang memfokuskan diri memikirkan masa depan organisasi sementara semua orang lainnya tak merasa perlu memikirkan masa depan dan hanya fokus pada masa kini. Para pemimpin bisnis kini sadar bahwa yang mereka perlukan adalah bagaimana setiap orang di semua jajaran organisasi bisa memikirkan gagasan-gagasan inovatif. Mereka kini makin sadar bahwa perusahaan memerlukan semacam Inovation Roadmap dan sejumlah rencana aksi untuk memastikan dukungan semua anggota organisasi pada gagasan-gagasan inovatif.
Namun demikian, mewujudkan organisasi yang inovatif bukanlah pekerjaan semalam. Misalnya, sangatlah sulit membujuk orang agar mau meninggalkan cara-cara lama dan kecenderungan untuk terus terkungkung pada norma-norma industri. Perlu kerja keras untuk menyadarkan orang agar mengakui bahwa apa yang mereka lakukan selama ini sudah tidak memadai lagi. Perlu kerja keras agar orang-orang menanggalkan ikatan emosionalnya pada “yah beginilah cara kami bekerja di sini” dan bersedia melompat pada cara dan mindset yang baru.
Sayang sekali, dalam upaya agar tak tertinggal dalam mengadopsi konsep-konsep baru yang bisa mengatasi masalah-masalah tertentu, para pemimpin bisnis kerap melupakan gambar yang lebih besar. Alhasil, banyak perusahaan hanya memfokuskan enerjinya pada bagian tertentu dari keseluruhan gambaran masalah. Kecenderungan banyak perusahaan adalah sekedar mengembangkan program-program spesifik semata, misalnya manajemen mutu terpadu (TQM) untuk memperbaiki mutu produk, teknologi informasi untuk menekan jumlah karyawan, atau program penurunan biaya agar harga produk dapat ditekan.
Di tengah gencarnya gerakan mutu, banyak perusahaan akhirnya mendapati bahwa perbaikan kualitas tak selalu memberi garansi pada kinerja keuangannya lantaran kini konsumen tidak sekedar menuntut mutu dan harga murah, namun juga inovasi. Sebagai ilustrasi, Florida Power and Light merosot kinerja pasarnya, justru tak lama setelah menjadi perusahaan non-Jepang pertama yang meraih piala penghargaan bidang kualitas, Deming Award yang prestisius.
Motorolla juga satu perusahaan yang pertama-tama sukses meraih U.S. Baldridge Award untuk kualitas. Namun demikian, pada pertengahan 1990-an Motorola begitu memfokuskan energinya untuk memperbaiki teknologi analognya sehingga lalai dan terlambat merespon permintaan pelanggan terhadap telepon seluler digital.
Tidak jarang dalam bisnis di mana para pemimpin atau manajemen luput mewaspadai perkembangan penting di industri mereka dan seseorang atau sebuah perusahaan dari antah berantah muncul merebut pasar atau bahkan melakukan redefinisi pada industri tersebut. Industri jam adalah contoh klasik dimana bisa disaksikan pola ini berulang dan berulang lagi. Meski Swiss adalah penemu teknologi kuarts dan garpu tala, namun mereka sendiri tak mengeksploitasi potensi teknologi ini. Mereka tetap tak beranjak dari konsep tradisional mereka tentang jam. Justru perusahaan seperti Bulova yang akhirnya sukses mengeksploitasi garpu tala dan Seiko mengeksploitasi kuarts. Sedangkan Timex mampu merubah sifat jam, dari bentuk perhiasan yang dulunya hanya dimiliki segelintir orang kaya kini menjadi produk massal biasa. Juga atas saran konsultan asinglah, Swiss akhirnya mampu melihat peluang pada pasar arloji murah tapi modis, yang kini kita kenal sebagai Swatch.
Fenomena ini tidak terjadi di industri jam saja. Di industri komputer, bukan Xerox atau IBM yang mampu mengenali potensi PC, namun justru dua pemuda di sebuah garasi. Dalam hal sepeda motor, bukan produsen-produsen mapan dari Eropa dan Amerika yang melihat peluang pasar bagi sepeda motor kecil atau sepeda motor off-road, namun justru perusahaan-perusahaan Jepang yang ketika itu relatif kurang dikenal. Kita juga melihat bahwa bukanlah CBS, ABC atau NBC yang melihat peluang pasar bagi televisi berita dua-puluh-empat-jam, tetapi sebuah perusahaan teve kabel kecil – CNN. Bisa dikata, penggerak di balik maraknya Internet bukanlah pemain mapan di bisnis komputer atau telekomunikasi, namun justru perusahaan-perusahaan pemula seperti Netscape, Amazon, American Online, Google dan Yahoo!
Harga yang harus dibayar perusahaan-perusahaan mapan itu kerapkali tidak hanya sebatas kehilangan pangsa pasar, namun tidak jarang menyangkut hidup-matinya perusahaan. Jadi waspadalah perusahaan dan pemimpinnya yang hanya sibuk meningkatkan produktivitas semata dan mengabaikan perkembangan-perkembangan baru yang justru akan mampu merubah dunia mereka. Perubahan yang terjadi selama ini terangkum dalam pendapat Jones, Palmer, Osterweil dan Whitehead ketika menulis:
“Saat kita melangkah ke abad ke-21, kecepatan dan skala perubahan yang dituntut dari organisasi serta orang-orang yang bekerja di dalamnya, amatlah dahsyat. Kompetisi global serta datangnya era informasi, ketika pengetahuan merupakan sumber daya terpenting, telah mengobrak-abrik dunia kerja. Sama seperti saat generasi nenek moyang kita yang harus menyesuaikan proses, ketrampilan dan sistem dari era pertanian agar mampu memenuhi tuntutan era industri, kini kita sendiri juga mesti menyesuaikan cara-cara kerja di era industri agar mampu memanfaatkan berbagai peluang yang terbuka di era informasi. Organisasi dituntut agar terus memperbaharui diri dan berpindah dari struktur tradisional ke struktur model baru yang lebih dinamis yang memungkinkan para karyawan mengkontribusikan kreatifitas, energi, dan gagasan-gagasan mereka…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar