Selasa, September 23, 2008

Budaya Korporat, Struktur dan Strategi

Istilah “budaya” sebenarnya berakar dari ilmu antropologi sosial. Kultur atau budaya secara lebih formal dirumuskan sebagai keseluruhan interaksi sosial dari pola perilaku, kesenian, keyakinan, institusi, dan semua produk hasil kerja dan karakteristik pemikiran manusia dari suatu komunitas atau populasi.

          Budaya organisasi bisa kita bagi menjadi dua tingkatan yang berbeda dalam ‘tampilan’ maupun resistensi mereka terhadap perubahan. Pada tingkatan yang lebih dalam dan tak nampak, budaya merujuk pada nilai–nilai yang dianut bersama para anggota kelompok. Nilai–nilai tersebut cenderung bertahan lama, meski keanggotaan dalam kelompok itu berubah. Nilai-nilai yang menyangkut apa yang dianggap penting dalam hidup bisa jadi sangat bervariasi dalam berbagai organisasi. Di perusahaan tertentu, karyawannya mungkin lebih berorientasi pada uang; sementara di perusahaan lain, bisa jadi inovasi teknologi atau kesejahteraan pegawai lebih penting. Pada tingkatan ini, budaya sangat sulit berubah, sebagian karena anggota kelompok kerapkali tidak menyadari nilai–nilai yang mengikat mereka.

          Pada tingkatan yang lebih bisa diamati, budaya mencerminkan pola perilaku atau gaya organisasi yang mesti diadopsi oleh karyawan–karyawan baru. Katakanlah misalnya, pegawai dalam satu kelompok tertentu suka berpakaian formal. Pada tingkatan ini, budaya lebih mudah diubah, tidak sesulit mengubah nilai-nilai dasar tersebut di atas. Masing–masing tingkatan budaya memiliki kecenderungan alami untuk saling mempengaruhi. Hal ini paling nampak pada shared values yang mempengaruhi perilaku kelompok, misalnya komitmen pada pelanggan akan mempengaruhi seberapa cepat individu merespon komplein pelanggan.

Dengan konsep semacam itu, budaya dalam satu perusahaan tidak sama dengan strategi atau struktur perusahaan meski kedua istilah itu (dan istilah–istilah lain seperti “visi” atau “misi”) tak jarang saling menggantikan karena kesemuanya itu termasuk lingkungan kompetitif dan regulasi, merupakan bagian penting dalam pembentukan perilaku karyawan. Strategi adalah pemikiran logis mengenai bagaimana perusahaan mencapai suatu tujuan tertentu. Keyakinan dan praktik-praktik yang menjadi prasyarat dalam menerapkan suatu strategi bisa selaras dengan budaya korporat, bisa pula tidak. Bila tidak, perusahaan umumnya akan kesulitan menerapkan strategi tersebut. Namun meski strategi tersebut sukses diterapkan, pola perilaku yang mencerminkan strategi tersebut bukanlah budaya, kecuali bila sebagian besar anggota kelompok secara aktif mendorong para anggota baru untuk ikut menjalankan praktik-praktik tersebut.

          Struktur merujuk pada pengaturan organisasi secara formal. Pengaturan tersebut mungkin menuntut perilaku yang sudah merasuk dalam perusahaan karena alasan-alasan budaya. Pengaturan tersebut bisa juga menuntut tindakan yang bukan bagian dari budaya, meski sama sekali tidak bertentangan dengan budaya. Atau bisa juga pengaturan tersebut menuntut praktik-praktik yang berseberangan dengan budaya. Dalam situasi terakhir ini, kerapkali dibedakan  antara “organisasi formal” dengan “organisasi informal”.

          Sesungguhnya semua organisasi memiliki budaya ganda—yang umumnya menyangkut pengelompokan fungsional atau lokasi yang berbeda-beda. Bahkan dalam suatu subunit kecil sekalipun, bisa jadi terdapat subbudaya yang berbeda dan bahkan saling bertentangan. Organisasi besar dengan cabang yang tersebar dimana–mana barangkali memiliki ratusan budaya yang berbeda. Ketika kita bicara tentang “budaya korporat”, umumnya yang dimaksud adalah nilai dan praktik-praktik yang tersebar di seluruh kelompok dalam perusahaan, setidaknya pada manajemen puncak.

          Perusahaan memiliki budaya karena adanya kondisi-kondisi yang mendukung penciptaan budaya. Sebagaimana dinyatakan oleh Edgar Schein, prasyarat membentuk satu budaya hanyalah sekelompok pegawai yang berinteraksi selama periode yang cukup lama dan relatif sukses dalam pekerjaan mereka. Solusi yang muncul berulang kali dalam memecahkan masalah akan menjadi bagian budaya mereka. Semakin lama solusi itu mampu mengatasi masalah maka akan makin dalam solusi tersebut merasuk dalam budaya. Gagasan atau solusi yang kemudian merasuk pada satu budaya bisa timbul dari mana saja, dari individu atau kelompok, dari bawah maupun dari atas. Tapi pada perusahaan berbudaya korporat yang kuat, gagasan–gagasan ini kerapkali dikaitkan dengan pendiri atau pemimpin-pemimpin perintis lainnya yang mengartikulasikannya sebagai “visi”, “strategi bisnis”, “filosofi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar